Senin, 19 Maret 2012

Aku dan Tarbiyah

Aku dan Tarbiyah

Tarbiyah...  Yah,,itu kata kuncinya. Liqo’, murobbi, mutarobbi, ikhwan, akhwat dan ilmu.. Setidaknya itu yang kuketahui dari sepenggal kata ini. Majelis ilmu sebagai taman-taman syurga, tempat berkumpulnya para Perindu Syurga.
“Hidup hanya sekali, hiduplah yang berarti”. Kalimat ringkas sarat makna yang sempat kutangkap ketika murobbiyatiy memberikan pesan-pesan penutup tarbiyah yang cukup menyita perhatianku tuk merenung.
Pernahkah terbesit dalam pikiran kita, sesuatu yang paling jauh dari titik sekarang? Yah, Sesuatu yang paling jauh itu adalah ‘waktu yang baru saja terlewati. Detik yang baru saja kita lewati ketika membaca kalimat ini. Kenapa dikatakan paling jauh? Karena ia tak akan pernah kembali lagi. Waktu itu tak akan pernah terulang bahkan untuk satu detik pun.
Aku mulai mengenal tarbiyah ketika duduk di bangku SMA.. Entah kenapa, begitu banyak alasan-alasan yang terlontar dengan ringan dari mulutku. Menolak ajakan teman untuk bertarbiyah dengan berbagai alasan.
Kala itu rumahku berdekatan dengan masjid. Disana, sering diadakan pengajian, tarbiyah maupun daurah-daurah yang diselenggarakan oleh Para Perindu Syurga. Mungkin kalian pikir aku bagian dari mereka?? Tidak.. Sama sekali tak terbesit dalam hatiku untuk ikut bergabung. Tarbiyah, Kata ini hampir saja kulupakan.. Hingga kuterlena dengan urusan duniaku..  Membutakan hati akan hakikat penciptaanku .
Hingga suatu sore, aku merasa terjebak dan ikut dalam tarbiyah itu. Tak bisa kupungkiri, hatikupun luluh seketika, melupakan sejenak aktifitas-aktifitas yang lebih menyenangkan di luar sana. Masih sibuk dengan pikiranku sendiri, entah kenapa bagiku tarbiyah seakan menjadi rutinitas yang membosankan.
Setelah menduduki bangku SMA kelas II, aku melanjutkan tarbiyah yang dibawakan oleh guruku dan masih terbilang sangat jarang. Entah virus apa lagi yang menggorogoti kepalaku. Entah hambatan-hambatan konyol apa lagi yang menyandera kepalaku sehingga hatiku menjadi bungkam.
Mungkin aku salah memahami tarbiyah selama ini. Awalnya, aku memahami tarbiyah sebatas ‘apa yang bisa kudapat?’, sehingga ketika mendengar kata  liqo’,yang ada dalam pikiranku adalah materi apa yang akan disampaikan murobbi.
Ketika kumulai melangkah di bangku Universitas, semakin kurasakan kualitas imanku mulai luntur. Dari beberapa bagian kalbu yang tak tersentuh noda tak bisa berdusta bahwa akupun masih mengkhawatirkan imanku yang semakin hari semakin luntur. Mengingat mata kuliah Pendidikan Agama Islam tak cukup membantu dan terbatasi oleh waktu yang begitu singkat.
Hingga akhirnya aku mengikuti kegiatan mentoring pada semester II yang wajib diikuti oleh mahasiswa semester II sebagai syarat mengikuti final kuliah Pendidikan Agama Islam. Tarbiyah rutinitas ini akhirnya semakin meluluhkanku. Dipertemukan dengan seorang murobbiyah yang menambah semangatku mempelajari ilmu agama sebagai tempat berpegang teguh.
Kadang mungkin kita merasa bahwa murobbiyah kita tidak cocok dengan kita, merasa tidak sepaham dan banyak lagi. Tapi ketahuilah, dia adalah orang yang akan terus berusaha memahami kita, mendo’akan kita dalam setiap shalatnya, yang selalu siap untuk menerima segala macam pertanyaan, keluhan bahkan untuk memberikan bantuan. Murobbiyatiy sungguh luar biasa dan aku terlalu bodoh sehingga tidak benar-benar menikmatinya pada waktu itu.
Dan akhirnya tahukah kamu?? Tarbiyah itu indah Ukhtifillah. Ilmu di dalamnya bagaikan menyirami kalbu yang begitu penat dengan tetesan-tetesan beningnya. Sudah sepantasnya jika majelis ilmu disebut sebagai taman-taman syurga. Pernahkah kau bayangkan duduk bersama Para Perindu Syurga di bawah naungan sayap-sayap Malaikat?? Disanalah tempat yang teduh Ya Ukhty.
Aku tahu, aku bagian yang tidak membanggakan, tidak utuh. Aku pun tak bisa diajak kerjasama dengan baik, dan kusadari  kemampuan, skill,  dan pengetahuan tentang keagamaanku sangatlah minim yang sebatas kulitnya saja. Bahkan seringkali aku mencaci diri sendiri, “mengapa sampai sekarang aku masih ikut liqo’? Akan sangat memalukan bagi kader tarbiyah yang lain saja.” Tapi, inilah aku. Tarbiyah satu-satunya yang kumiliki saat ini dan aku tidak berniat melepaskannya. Semoga Allah SWT meridhoi langkahku. Aku menyadari kekurangan dari proses tarbiyahku. Ketika kubaca lagi lembaran-lembaran artikel yang bertebaran mempertanyakan “Sudahkah kita bertarbiyah?”, hati ini terasa perih tertohok – tohok. Begitu jauhnya aku dari proses itu.
Aku merasa terlalu sombong dalam hidup ini. Aku telah berani menggunakan jubah-Nya. Aku merasa telah melakukan banyak hal, merasa telah memahami segala sesuatunya. Tapi kenyataan berkata lain. Yah, aku bukanlah siapa-siapa, apa yang kulakukan bukanlah apa-apa. Aku tidak ingin menjadi beban dalam dakwah, aku hanya berharap bisa ikut memikulnya walau setitik. Bagaikan lagu yang sedang tenar di kalangan remaja sekarang. Tanpa-Mu,,Butiran Debu. Yah,,akulah butiran debu itu.
Walaupun aku bukan siapa – siapa. Tidak banyak yang bisa kulakukan. Tapi aku yakin, kita adalah bagian dari roda itu. Maka, izinkanlah aku bergabung bersama engkau Para Perindu Syurga. Murobbiyahku, izinkan aku mencintaimu karena Allah, dengan cara dan segala kekuranganku…
Ukhti fillah
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Saw bersabda, “jika kalian melewati taman-taman surga maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya, “Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab, “Halaqoh-halaqoh dzikir.” (HR. at-Tirmidzi dan lain-lain)
Tahukah kalian??? “Majelis-majelis dzikir adalah majelis-majelis ilmu yang diadakan di rumah-rumah Allah untuk belajar, mengajar dan mencari pemahaman tentang agama.” Beliau juga berkata, “Majelis dzikir yang dicintai oleh Allah adalah majelis-majelis ilmu, bersama-sama mempelajari al-Quran dan as-Sunnah dan mencari pemahaman tentang hal itu.”
Akupun tahu, kelompok kecil kita bukanlah kelompok liqo’ yang bisa dikatakan membanggakan. Kelompok liqo’ yang masih labil, tapi aku tahu sebenarnya kalian tidak menginginkan demikian. Mari kita bersama-sama menata barisan, aku ingin kita melangkah bersama.
           

1 komentar: